Ini barang buktinya, hahaha..
Pagi itu, seperti biasa air yang terasa dingin membuatku enggan melangkah ke kamar mandi, seperti biasanya menjelang sianglah waktu yang paling tepat buat mandi, pikirku. Sembari menunggu waktu tersebut aku duduk dikamar memperhatikan kamar yang sudah bertahun-tahun tidak aku tinggali kecuali pada saat libur sekolah atau mudik pada saat libur lebaran kala masih kuliah.
Mataku tertuju pada keranjang berisi setumpuk poster dan majalah koleksiku di masa sekolah dulu. Ya, aku memang sangat menyukai sepakbola dan mengoleksi banyak sekali poster-poster pemain bola. Ku tarik keranjang tersebut, ku buka satu demi satu poster dan majalah jadul yang masih tersusun sangat rapi tersebut. Diantara tumpukan-tumpukan poster yang jumlahnya ratusan, aku menemukan selembar salinan surat yang dulu aku ketik dan aku kirim untuk idolaku kala itu, Fabio Cannavaro seorang pemain sepakbola berkebangsaan Italian yang bermain untuk klub AC Parma kala itu. Sosok tuan Canna memang benar-benar menjadi figur yang sangat ku idolakan. Cara dia membaca permainan, cara dia mematahkan serangan lawan, dan tentu saja parasnya yang rupawan.
Seperti kebanyakan remaja pada umumnya, ada saja hal yang dilakukan yang berkaitan dengan sang idola. Beberapa diantaranya mungkin melakukan hal yang tentu sangat menyenangkan seperti menyaksikan idola mereka bermain di lapangan, bertemu dan foto bareng serta minta tanda tangan mereka. Namun sayangnya, aku tidak termasuk kedalam bagian tersebut. Tuan Canna berada jauh di negeri Pizza sana, sedangkan aku berada dalam disebuah desa terpencil di Kalimantan Selatan yang bahkan internet pun aku belum tau saat itu.
Mengoleksi poster-posternya dan menyaksikan tuan Canna beraksi dilayar kaca adalah hal paling mungkin kulakukan. Kala statsiun tv di Indonesia menyiarkan pertandingan klub dimana tuan Canna bermain atau saat tuan Canna beraksi membela timnas Italia sudah bisa dipastikan saya sedang berada didepan layar kaca untuk menyaksikannya. Saat bermain bola bersama teman-teman akupun secara tidak langsung sering meniru gayanya bermain di lapangan, caranya berlari, caranya bermain, caranya merapikan rambutnya yang acak-acakan setelah menyundul bola, dan sebagainya yangmana apa yang aku rasakan saat itu adalah aku ingin menjadi seperti seorang Fabio Cannavaro. Tak jarang juga aku berandai-andai jika suatu saat bertemu tuan Canna, bahkan sampe kebawa mimpi juga lho. Bukannya mimpiin cewek idola malah mimpiin tuan Canna. Hehe...
Terinspirasi dari kisah seorang pembaca majalah LIGA ITALIA bernama kak Indah Sri Mulyani yang kala itu sedang melanjutkan study di Yogyakarta dimana ia mengirimkan surat dan akhirnya mendapatkan surat balasan plus foto dan tanda tangan asli idolanya Gianluigi Buffon, saya pun berinisiatif untuk menulis dan mengirimkan surat kepada tuan Canna. Kala itu ngetiknya pake mesin ketik, boro-boro komputer, mesin ketik aja minjem ama temenku yang bapaknya punya mesin ketik. Haha...
Dengan bimbingan dan petunjuk dari kak Indah juga tentunya, yang saya konsultasikan melalui surat, dengan harapan saya juga mendapatkan balasan dan foto dari tuan Canna. Namun sampai detik ini, harapan tersebut tidak terwujud. Haha.. Kasian dh gw, mungkin suratnya gak nyampe ke Italia atau mungkin aja nyampe tapi dicuekin ama bang Canna. Itulah surat pertama yang ku kirim buat tuan Canna, karena gak ada respon atau balasan aku putuskan untuk tidak mengirimkan surat lagi untuknya karena mungkin tuan Canna tidak punya waktu untuk menerima surat yang jumlahnya tentu tidak sedikit dari fans nya, apalagi surat dari aku yang bahasa Inggrisnya saja carut marut gitu. Haha.. Modal nekat. Ini dia penampakan dari salinan surat buat tuan Canna yang ku ketik sekitar 12 tahun yang lalu, masih sangat rapi meski kertasnya udah gak sebersih dulu. Bahkan surat dan ampop balasan dari Kak Indah itu masih kusimpan rapi di brankas dokumen kamarku. Jika saat itu aku sudah mengenal internet mungkin aku bisa berkomunikasi dengan kak Indah melalui email atau chatting. Hehe..
Contoh dari Kak Indah
Apapun itu, itulah sekelumit cerita masa lalu yang mana jika aku mengingatnya membuat aku senyum-senyum sendiri (untung cuma senyum, kalo ketawa-ketawa sendiri mah bahaya, hehe..). Masa menjelang aku SMP, masa dimana kertas surat, amplop, prangko dan prangko balasan masih memegang peranan penting dalam komunikasi. Masa dimana ponsel adalah barang mewah untuk bisa dimiliki dalam genggaman, masa dimana aku belum tau apa itu internet. Ya masa remajaku yang tinggal lumayan jauh dari kawasan perkotaan membuatku sangat tertinggal perkembangan teknologi. Meski demikian aku bersyukur sempat merasakan berkirim dan berbalas surat melalui pos dengan teman-teman yang ada di 1 propinsi, ataupun berbeda pulau, merasakan kemajuan teknologi seperti internet, smartphone dan sebagainya, dua jaman yang kurasakan yang mungkin gak semua remaja sekarang bisa alami. Hehe...
Salah satu amplop suratnya
Tujuannya
0 komentar:
Posting Komentar