Home » » Bintang lapangan: Fabio Cannavaro

Bintang lapangan: Fabio Cannavaro

Fabio Cannavaro

Sepakbola Italia sangat terkait erat dengan tradisi catenaccio. Sistem ini lahir pada dekade 1950 an, kemudian berkembang luas pada tahun 1960 an, dan hingga kini pun sistem grendel ini masih tetap bertahan. Fabio Cannavaro adalah salah satu pelaku didalamnya yang sempat membawa Italia sukses kala menjuarai Piala Dunia 2006, yang kemudian membawanya meraih penghargaan prestisius, pemain terbaik dunia 2006. Jika kita sedikit menilik ke belakang, Cannavaro juga menjadi tulang punggung tim U-21 Italia yang merebut juara Eropa 1994 dan 1996. Lahir di Napoli 13 September 1973, Cannavaro menjadi anak gawang kala Napoli berjaya bersama Maradona pada akhir 1980 an. Tahun 1995, Cannavaro meninggalkan Napoli untuk bergabung bersama AC Parma. Sebagai bek, Canna sangat pandai memarking lawan, gesit, cermat sebagai koordinator di lini belakang serta taktis.

 Cannavaro kecil

Sebagai seorang stopper, pemain yang telah bergabung dengan Parma sejak 1995 ini tak didukung postur yang ideal. Tingginya hanya 176 cm. “Saya tak merasa kesulitan dengan tinggi badan, karena saya mendasarkan permainan pada antisipasi bola. Dan saya juga punya kelebihan pada kelenturan tubuh” katanya suatu ketika. Canna tampil perdana untuk timnas Italia pada 12 februari 1997 kala bertanding melawan Inggris di stadion Wembley pada babak kualifikasi Piala Dunia 1998. Debut yang tentunya sangat penting dan berarti bagi Cannavaro. Karena sejak saat itu dia selalu menjadi langganan masuk skuad tim Azzurri.

Cannavaro remaja

Sejak kecil, penyuka tenis ini memang dikenal sebagai seorang bocah yang tampan. Rambut pirang, bibir merah, hidung yang mancunga serta alis yang tebal dan rapi. Sepasang matanya berwarna biru. Agnano adalah klub pertama yang ia bela pada saat berusia 8 tahun. 2 tahun kemudian ia pindah ke Italsider. Napoli adalah klub professional pertamanya, dan kemudian pindah ke Parma untuk selanjutnya melanglang buana dan bermain untuk tim-tim kelas dunia seprti Inter Milan, Juventus hingga Real Madrid. Saat remaja, Canna sangat mengagumi Maradona yang kala itu bermain untuk Napoli. Maradona lah yang menginspirasinya. “Saya selalu terkagum-kagum saat Maradona memainkan bola” kenangnya.

Cannavaro bersaudara

Ia sempat bermain sebagai gelandang, namun karena ia lebih sering beraksi menghentikan striker lawan maka ia berpindah posisi sebagai pemain belakang. Ayah Canna, Pasquale pernah berujar, “Jika ingin terus bermain sepakbola, kamu harus berhasil di sekolah”, itulah pesan ayahnya yang selalu diingat Canna yang membuat ia sukses meraih diploma akuntansi. Sebagai fans Canna saya belum pernah menyaksikan ia bermain untuk Napoli, namun saya mulai mengidolakan Canna sejak ia membela Parma, apalagi ketika ia turut mengantar Parma menjuarai Piala UEFA dan Coppa Italia musim 1998/1999, saya makin mengagumi permainan dari kakak kandung Paolo Cannavaro ini. Koleksi poster nya dari berbagai majalah dan tabloid pun selalu menjadi incaran saya kala itu, namun kini setelah mengenal internet saya beralih untuk mengoleksi foto dan video aksi Canna yang bersumber dari situs-situs maupun blog yang memuat Canna.

Bersama skuad Parma

Menilik kehidupan luar lapangan Canna, ternyata ia adalah seorang suami rumahan. Saat libur berlatih, ia lebih suka menghabiskan waktu senggang nya bersama keluarga seperti nonton film kartun bersama keluarga. Bila jalan-jalan kepantai atau ke bioskop pun, Canna biasanya melakukannya brsama istrinya Daniele beserta anak-anaknya.

Bersama Lilian Thuram saat masih membela AC Parma

Suatu ketika Paolo, adik Fabio yang dulu pernah juga bermain 1 tim bersama Fabio di Parma, pernah berbagi kisah masa lalu yang mungkin tak kan pernah Fabio lupa. Kala itu Paolo melihat abangnya menangis kala ia masih kecil, sementara Fabio sudah masuk tim Napoli remaja. Yang Fabio fikirkan saat itu hanya lah menjadi pemain sepakbola. Pada hari minggu sore ia ke Stadion San Paolo milik Napoli untuk memungut bola sambil menyaksikan idolanya Maradona bermain. Pada suatu hari sepulang dari latihan, Fabio berkata kepada ayahnya bahwa ia tidak mau bersekolah lagi, dia mau main sepakbola saja. Mendengar kata-kata Fabio itu, amarah sang ayah seketika meluap dan mengancam Fabio akan dihukum tidak boleh keluar rumah kalau tidak mau sekolah. “Ayah mengambil kaos, celana dan sepatu bola bang Fabio lalu merobeknya. Ayah mengancam kalau Fabio tidak mau bersekolah, dia juga tidak boleh main sepakbola. Saat itu saya masih kecil, lalu masuk ke kamar, sementara bang Fabio menangis ketakutan,” kenang Paolo yang kini bermain untuk Napoli. Fabio akhirnya menyerah, dia melanjutkan studinya dan dengan sendirinya boleh bermain bola dan menyaksikan idolanya bermain. “Sekarang bang Fabio mempunya ijazah Tata buku dan menjadi pemain sepakbola besar” ujar Paolo. “Saya benar-benar bahagia karena semua akhirnya menjadi beres. Setelah mendapatkan dampratan dari ayah, saya justru menemukan kekuatan untuk belajar dan bermain bola. Saya baru bisa melihat kesalahan itu kemudian, dan untuk itu saya benar-benar berhutang budi pada ayah. Beliau telah menunjukkan jalan yang benar kepada saya” ujar Fabio menyahuti ocehan sang adik.
Referensi: Berbagai sumber

Galeri foto Cannavaro

 Cannavaro, salah satu bek terbaik yang pernah dimiliki Parma
Cannavaro ketika wawancara dengan salah satu wartawan

 Ketika membela tim Azzurri










 

 
 

 
 

 
 

 
 

 
 

 
  


 
 
 


















 

0 komentar:

Posting Komentar